Selasa, 23 November 2010

SEKOLAH TANPA KERTAS

Satu laptop untuk satu siswa. Proses belajar-mengajar menjadi lebih hidup di sekolah berteknologi digital.BAYANGKAN, bersekolah tanpa membawa buku tulis, pensil, pulpen, dan bahkan buku pelajaran. Yang ada di dalam tas setiap anak hanya sebuah laptop. Di Sekolah Internasional Sinarmas World Academy, Bumi Serpong Damai, Tangerang, ini bukanlah mimpi. Sekolah di atas lahan 5,2 hektare ini memadukan teknologi informasi digital paling mutakhir dengan dunia pendidikan sejak tahun lalu. Memang, setelah sembilan bulan mencoba, hingga kini buku dan pensil masih tetap digunakan. Tapi laptop telah menjadi bagian yang tak terpisahkan di sekolah itu. “Laptop dan Internet di sini seperti pulpen, pensil, atau buku.
Bagi kami semua itu adalah alat pendukung proses belajar-mengajar,” kata John Mc- Bryde, Chief Executive Officer Sinarmas World Academy,dua pekan lalu.Tren menjadikan komputer sebagai alat belajar dan mengajar muncul mulai awal 2000-an. Gejala ini meningkat empat tahun lalu. Direktur pemasaran produsen peranti lunak pendidikan Pesona Edukasi, Hary Sudiyono Candra, mengatakan bahwa dalam empat tahun terakhir permintaan terhadap peranti lunak pendidikan terus meningkat. “Sepertinya masyarakat mulai sadar bahwa alat bantu teknologi semacam ini dibutuhkan,” ujarnya. “Dunia memang sedang demam e-learning.” Sekitar 3.000 sekolah di seluruh Indonesia kini memakai produk Pesona Edukasi. Sekolah itu tidak cuma yang berada di Jakarta, tapi hingga Situbondo, Jawa Timur. Peranti lunak perusahaan itu juga sudah dipakai di sekolah di 23 negara, termasuk Singapura, Amerika Serikat, dan Australia. Buku sekolah yang bisa dibaca di komputer juga sudah bertebaran. Departemen Pendidikan Nasional, misalnya, sudah sejak Agustus 2008 melun-curkan buku sekolah elektronik yang bisa diunduh di situs Internet departemen ini. Tampilan buku elektronik ini sengaja dibuat persis seperti versi cetak, sehingga rasa membaca buku masih ada. Banyak manfaat teknologi digital sebagai alat bantu belajar dan mengajar. Misalnya, dengan bantuan komputer banyak percobaan yang tak mungkin dilakukan di kelas bisa disimulasikan. Lihatlah percobaan mengenai pengaruh gravitasi. Komputer bisa mensimulasikan aneka gaya gravitasi tak hanya di bumi, tapi di bulan hingga Mars. Ini sesuai dengan peran software edukasi, yakni “alat bantu mengajar yang digunakan guru untuk menerangkan pelajaran,” kata Hary. Di Sinarmas, komputer bahkan mengambil peran lebih besar. Maklum, konsepnya satu laptop satu murid. Hasilnya,tak ada lagi kelas khusus pelajaran komputer di sekolah itu. “Komputer memang seharusnya bukan menjadi mata pelajaran yang terpisah, tetapi sebagai sesuatu yang menunjang kreativitas dan aktivitas dalam sekolah,” kata Jane Ross, guru spesialis teknologi digital di sekolah itu.Sekolah yang mengacu pada program pendidikan International Baccalaureate ini membekali setiap murid dan guru dengan laptop Apple MacBook. Peranti itu disediakan oleh sekolah. “Bisa dibawa pulang, tapi hanya untuk murid kelas 5 sekolah dasar ke atas,” kata Ross. “Tujuannya agar murid bisa memperlihatkan hasil belajar di kelas kepada orang tua masing-masing.” Agar tak disalahgunakan, setiap laptop dibekali program khusus. Misalnya, notebook ini akan “bunuh diri” secara otomatis pada pukul 8 malam. ”Ini agar laptop tidak dipakai untuk hal-hal negatif,” kata Ross. Untuk mencegah siswa berselancar ke situs khusus dewasa atau bermain game online yang tidak produktif, sekolah memblokir akses ke situs-situs tersebut. “Termasuk Facebook dan You Tube,” ujarnya. (*/Tempo) Sekolah tanpa Kertas